Ilustrasi |
Oleh : Ibnu
Arsib Ritonga*
Aku
merasakan keresahan dan ketidak tenangan ketika melihat situasi dan keadaan
negeri Indonesia tercinta ini. Negeri yang dimerdekakan dari perjuangan
bangsanya sendiri melawan dan mengusir para koloni. Butuh waktu ratusan tahun
untuk menuju kemerdekaan Indonesia ini. Hingga saat ini tujuh puluh satu tahun
kemerdekaan ini kita nikmati dan kita pertahankan. Ternyata hari ini situasi
kondisi masyarakat di Indonesia sungguh memprihatinkan.
Hal
ini sudahlah mejadi rahasia umum. Media-media sosial telah banyak memberitakan
kasus-kasus kriminal yang terjadi. Selain kasus di tingkat nasional,
kasus-kasus internasional pun mempengaruhi keadaan Indonesia saat ini.
Penyebaran-penyebaran informasi yang masih diragukan kebenarannya begitu cepat
tersebar. Inilah akibat dari kecanggihan informasi tekhnologi, seperti
media-media sosial baik yang daring dan juga un-daring. Untuk
saat ini, bagi siapa yang tidak menyaring informasi yang beredar dengan baik
maka celakalah.
Kembali
kepada pembahasan masalah. Kasus-kasus negatif pun sudah banyak terjadi di
negeri ini, mulai dari kasus pencurian, pemerkosaan, korupsi dan yang hangat
hari ini adalah kasus penistaan agama. kasus penistaan agama ini sebetulnya
kasus yang penanganannya tidak perlu sampai ke Markas Besar Polisi Republik
Indonesia (Mabes Polri), cukup diselesaikan di tingkat Kantor Polisi sektor
(Polsek). Akan tetapi, karena ada pembiaran dari penegak hukum, menimbulkan
reaksi dari ummat yang dihina agamanya membludak ke jalan dengan jutaan massa
sehingga menjadi kasus besar. Dari kasus yang satu ini kemudian mengakarlah
pada kasus-kasus kriminal yang lain. Seperti timbulnya isu makar atau isu
menjatuhkan Presiden dan kasus yang lain. Ditambah lagi situasi politik,
pemilihan umum kepala daerah di DKI Jakart semakin hangat dan memanas. Situasi
ini mempengaruhi kondisi Indonesia secara kenegaraan.
Tim-tim
pembela, tokoh-tokoh baru yang sok tahu dan sok ahli pun bermunculan
dimana-mana. Para penafsir yang bukan ahli bahasa juga bermunculan kepermukaan
media, tak terlepas kaum-kaum munafik pun sudah mulai terlihat. Kekhawatiran
pihak kepolisian pun terasa lebai menangani kasus ini. Hal-hal kecil dianggap
sepele, sehingga membuat ummat yang kitab sucinya dihina melakukan protes
keras. Mungkin pihak kepolisian lupa akan istilah “Kerikil kecil bisa
menjatuhkan sepeda motor”.
Kondisi
saat ini membuat rakyat Indonesia mulai resah, aku juga demikian. Belum lagi
kalau kita lihat utang Indonesia yang semakin bertambah, susahnya pekerjaan di
Indonesia, datangnya imigran-imigran gelap yang dipermudah masuknya,
barang-barang narkoba begitu mudah menyebar di negeri ini. Keresahan ekonomi
pun mulai terasa. Masyarakat mulai terprovokasi penghinaan atu permasalahan
antar agama. pertarungan-pertarungan tokoh elit pun terjadi. Masuknya Cina
secara ilegal dengan mudah ke Indonesia menjadi suatu pertanyaan pada pihak
yang mengawasi ini. Penyebaran narkoba dan obat terlarang meraja lela. Rakyat
atau masyarakat awam pun terjepit, bingung mana yang benar dan mana yang salah.
Media yang diharapkan untuk bisa memberikan gambaran kebenarannya sudah
berpihak pada kepentingan pendapatan materi bukan informasi yang real dan apa
adanya.
Pertarungan
pada elit-elit negara. Ya..., sepertinya ini pertarungan elit-elit politik.
Pengusaha atau elit-elit lainnya yang hanya mementingkan pribadi maupun
golongannya. Rakyat kecil (mayoritas) Indonesia diperebutkan seperti daging
yang sedang diperebutkan oleh anjing-anjing dari “Asing” dan “Asong” untuk
mendukung manuver politiknya dan atau usaha-usaha prekonomian mereka. Keadaan
ini seperti “Gajah-gajah yang berantam, Semut-semut pun terjepit”. Negeri ini
pun negeri kisruh yang membutuhkan seorang atau sekelompok penyelamat demi
mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
*Penulis
adalah Mahasiswa UISU-Medan dan Pengelola Good Cadre Group