Rabu, 22 Februari 2017

    File Kongres Ke-28 Depok


    Download Filenya Disini

    File Kongres Ke-29 Pekanbaru


    Donwload Filenya Disini

    Senin, 16 Januari 2017

    Pemuda: Dahulu, Sekarang dan Akan Datang Dalam Pandangan Seorang Mahasiswa

    Oleh: May Zura
    Ilustrasi Kekuatan Pemuda

    Pemuda dalam kamus bahasa indonesia adalah orang muda (laki-laki). Pemuda adalah golongan manusia yang masih muda, berarti pemuda disini seorang yang dapat kita lihat secara fisik sedang mengalami perkembangan emosional. Sehingga, pemuda merupakan sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan saat ini hingga masa yang akan datang, sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki semangat yang tinggi, bijaksana dalam bertindak, mampu membawa perubahan yang lebih baik dan serta mampu membendung emosionalnya sendiri. Yang dikatakan pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 adalah warga negara indonesia yang memasuki periode pertumbuhan dan perkembangan berusia 16 tahun sampai 30 tahun.
    Jikalau kita lihat pengertian pemuda dalam al-qur'an bahwa disebutkan asy-syabab. Contoh-contoh pemuda yang telah dijelaskan dalam al-qur'an seperti:
        · Berani menombak dan bertindak Seperti kisah nabi ibrahim. Ia mampu bertindak dengan cara menghancurkan kaum berkala pada zamannya. Yang tetdapat dalam Q.S al-anbiyah [18] :56- 60
       · Memiliki moral (iman), berwawasan, optimis, teguh pendirian, konsisten dalam sebuah perkataan. Seperti kisah ushabul kahfi (para pemuda penghuni gua). Yang terdapat dalam Q.S al-kahfi [18] : 13-14 • Tidak putus asa, pantang mundur sebelum cita-cita tercapai. seperti nabi musa. Q.S Al-kahfi [18] : 60

    Pemuda disini adalah sosok seseorang yang memiliki moralitas setara dan memiliki pola fikir yang maju. seperti yang sudah dijelaskan di atas. Dapat diberikan contoh pada pemuda-pemuda yang tidak dapat dihandalkan, ia tidak mengetahui akan fungsinya. Bagaimana negara kita akan maju kalau seperti ini bukan?? Nah, mari kita coba berfikir agar bangkit dari keterpurukan sekarang ini.

    Banyak pemuda yang memiliki semangat yang tinggi begitu menggelora untuk mengadakan perubahan. Tapi untuk itu saja tidaklah cukup. Kerena kita membutuhkan kecerdasan. Terutama dalam kecerdasan dalam membendung emosional, karena kecerdasan pemuda ini sangat dibutuhkan supaya negara ini maju.

    Di era pra-kemerdekaan begitu menggeloranya semangat jiwa pemuda Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan mempertahankan, merebut kemerdekan, menginginkan kedaulatan dan demokrasi. Pada tanggal 28 oktober 1928 di Jakarta yang dikenal sebagai kongres pemuda II sebuah ikrar suci dengan gagahnya di ikrarkan oleh pemuda yang menjadi salah satu tonggak perjuangan yang amat penting.

    Pada saat mewujudkan cita-cita ini sangat banyak menghadapi permasalahan, rintangan, hambatan dan ancaman yang akan dihadapi. Tidak ada hal lain yang membuat mereka bergerak selain rasa nasioalis mereka yang tinggi. Semua pemuda dahulu memiliki visi yang sama, hanya untuk tanah air tercinta yaitu indonesia. Tentu kita sangat mengenal kata-kata Soekarno yang pernah melontarkan “berikan aku sepuluh pemuda akan kugoncangkan dunia”, suatu pernyataan yang bukan main-main.

    Masih banyak lagi gerakan pemuda yang merupakan salah satu bukti ekstensi gerakan pemuda yang merupakan salah satu bukti dan tanggung jawab pemuda untuk kepentingan rakyat indonesia dan memberikan suatu perubahan.

    Pada era sekarang, dapat kita lihat bahwa pemuda saat ini sedikit demi sedikit, jiwa persatuan dan rasa nasiolismenya mulai runtuh. Generasi muda adalah generasi harapan bangsa. Tetapi pada faktanya sekarang, pemuda Indonesia saat ini cendrung mengkhawatirkan. Coba kita lihat di media hari ini, atau pun dikehidupan sekeliling kita. Pemuda saat ini banyak yang terjangkit dengan narkoba, seks bebas, tawuran dan penyimpangan prilaku lainnya.

    Melihat kemunduran pemuda saat ini, tentunya mengundang keprihatinan. Kita mengetahui bahwa pemuda saat inilah yang akan menjadi pemimpin kita di masa depan, karena dia harus dijaga sebaik mungkin. Tapi sebelumnya perlu diteliti kembali mengapa pemuda dahulu dan sekarang itu bebeda. Saat ini masih kurangnya sistem pendidikan bagi bangsa kita dan pemuda-pemuda masih terpengaruh oleh budaya-budaya luar. Maka sangat diperlukan adanya pembangunan karakter yan baik. Dan masih banyaknya kita temukan  pemuda sekarang  mayoritas memiliki mental pragmatis dan ingin yang instan.

    Bagaimana bangsa kita kedepannya, jika pemudanya saja hanya berfikir seperti itu. Bagaimana pemuda itu untuk menjadi pemimpin atau mau dipimpin, sedangkan ego dan cendrung apatisnya masih tinggi. Penyakit inilah yang dihadapi pemuda Indonesia sekarang. Inilah sebagai tugas kita anak bangsa memperhatikannya dan mengembalikan semangat pemuda. Melihat kembali sejarah-sejarah pemuda bangsa yang begitu menjunjung tanah air dan mempersiapkan diri untuk mengisi masa-masa yang akan datang dengan lebih baik.

    Senin, 02 Januari 2017

    SALAM RINDU KAMPUSKU

    Oleh:  Ibnu Arsib Ritonga*
    Kampus UISU
    Assalamu’alaikum. Wr.Wb.
    Puji syukur seraya mengucapkan Alhamdulillah tak henti-hentinya selalu mengiringi nafas kita sebagai mahkluk ciptaan-Nya yang sempurna dibanding makhluknya yang lain. Dengan bukti diberikannya amanah kepada manusia sebagai khalifah fil ard di muka bumi ini. Dan tak lupa pula mari kita kirimkan syahadat kepada Nabi Muhammad SAW. semoga kita mendapat syafa’atnya di hari akhir kelak nanti.
    Salam hormat saya kepada seluruh pimpinan birokrasi UISU. Mulai dari Pengurus Yayasan UISU yang kepengurusannya sudah terhitung hari. Salah hormat kepada Pimpinan Rektorat UISU mulai dari Rektor UISU yang dimana pembantu beliau telah berkurang satu yang juga alasannya belum diketahui. Salam hormat juga kepada seluruh birokrasi dekanat ditiap fakultas se-UISU terkhususnya dekan saya di Fakultas Hukum. Kemudian salam hormat juga kepada seluruh bapak-ibu dosen yang telah banyak mengajari kami teori-teori keilmuan. Salam hormat kepada bapak-ibu pegawai-pegawai di UISU yang rela menitiskan keringatnya untuk mensukseskan pendidikan di UISU yang tanpa anda pimpinan-pimpinan UISU tak berarti. Salam hormat kepada pimpinan-pimpinan organisasi mahasiswa intra UISU yang menurut saya sudah mulai peka terhadap keadaan UISU. Salam hormat dan juga salam rindu setinggi-tingginya kepada seluruh mahasiswa UISU yang hari ini masih terus menikmati sistem-sistem dan proses pembelajaran di UISU dan ini menjadi inspirasi utama kenapa tulisan ini muncul. Ingin rasanya berkumpul dengan teman-teman semuanya di jalanan menuntut perbaikan sistem pendidikan di kampus tercinta kita.

    Salam rindu...
    Jikalau boleh jujur, secara pribadi saya begitu rindu kepada kampus UISU. Itulah kenapa tulisan ini berjudul “Salam Rindu Kampusku”. Sedikit saya jelaskan. Saya sudah lama tidak masuk kampus dan juga tidak ikut mengikuti proses belajar di kampus. Kalau tidak salah kurang lebih sekitar empat bulan. Saya tidak masuk kampus (dicutikan) karena ada peraturan kalau tidak bayar uang kuliah maka akan dicutikan secara otomatis. Kemudian terjadi perubahan lagi telat membayar uang kuliah kemudian dikenakan sanksi lima puluh ribu rupiah, saya lebih memilih cuti secara otomatis. Dengan alasan itulah saya tidak masuk ke kampus tercinta yang sekarang ini saya rindukan suhu konfliknya. Landasan itu pula lah yang menjadikan judul tulisan ini (hanya sekedar judul, isinya yang lebih penting dihayati).
    Ada pun esensi atau juga tujuan penulisan ini berawal dari mendengar cerita mahasiswa-mahasiswa UISU yang masih aktif di UISU dan dari hasil perenungan-perenungan tentang kondisi UISU saat ini. Dan juga esensi tulisan ini adalah bentuk kritik konstruktif sambungan dari tulisan sebelumnya yang ditujukan kepada UISU dengan judul tulisan “Surat Cinta Untuk UISU” yang diterbitkan di http://lpmarena.com/2016/08/27/surat-cinta-untuk-uisu/ dan di situs Blog resmi BEM UISU 2016-2017.

    Kondisi UISU saat ini
    Berbicara kondisi UISU saat ini secara lengkap dan kompleks tentunya saya bukan otoritas yang begitu cocok. Tapi, setidaknya sebagai mahasiswa UISU yang masih terus berbicara tentang kampus UISU dan berinteraksi dengan mahasiswa-mahasiswa UISU sedikit banyaknya saya mendapatkan informasi langsung apa yang mereka rasakan.
    Kondisi UISU saat ini tidak jauh berbeda dengan kondisi setelah pertengahan tahun penyatuan UISU. Masalah hilang timbul berganti dan itu sudah hal biasa. Akan tetapi yang kita kesalkan saat ini adalah upaya-upaya perbaikannya masih belum terlihat begitu aktif. Masalah-masalah yang lain belum usai sudah timbul masalah yang lain. Makanya perlu suatu tim atau kelompok yang terus memikirkan solusi-solusi perbaikan akan masalah-masalah yang ada di UISU.
    Usai sudah perdebatan akan bagaimana akreditasi di UISU. Sekarang UISU sudah mendapat akreditasi dengan predikat “B”. Sekarang saatnya perlu membuktikan apakah predikat akreditasi itu layak untuk UISU atau tidak, tentunya dalam pertanggungjawabannya. Mahasiswa UISU juga kiranya sebagai agent of change and agent of control harus betul-betul memperhatikan situasi kondisi kampus saat ini. Kita bukan hanya dituntut tamat tapi dituntut juga dengan kualitas akademis yang mumpuni.

    UISU Kampus Kontra-Produktif
    Sepertinya untuk saat ini, pohon lebih berguna dari UISU. Pohon dalam kesehariannya pasif tapi aktif dan produktif. Pohon tidak bergerak berpindah-pindah dan tidak ada pergeraknya kecuali faktor luar. Namun, dia begitu produktif untuk menghasilkan oksigen yang berguna bagi manusia bahkan mengeluarkan buah yang begitu segar.
    Suatu kampus keaktifannya tidak hanya diukur dengan jadwal-jadwal perkuliahan yang setiap hari berlangsung seperti organisasi perusahaan. Keaktifan kampus juga tidak hanya diukur dengan selesainya semester, ujian dan acara wisuda. Kalau begitu adanya, berarti hanya pemenuhan yang normatif (aktif yang kontra-produktif). Kalau kita renungkan kata-kata bijak dari Buya Hamka: “bahwa hidup sekedar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau makan sekedar makan, monyet di hutan pun makan”.
    UISU, yang dalam sejarahnya adalah kampus tertua di luar pulau jawa seharusnya dapat memainkan peran yang aktif lagi produktif. Sebagai kampus tentunya berbasis ilmu pengetahuan dengan keilmiahan yang teruji dan mumpuni, mengingingat kampus UISU kampus tertua. Jikalau alasannya baru penyatuan, sampaikan kapan itu menjadi kambing hitam. Kalau alasannya keuangan UISU lagi koleps, untuk apa ada Yayasan sebagai penanggung jawab yang mendirikan UISU.
    Saat ini, dapat dikatakan UISU adalah kampus Kontra-Produktif. Perlu dipertanyakan apakah yang telah dihasilkan UISU saat ini? Apakah yang dibuat UISU saat ini? Apa kegiatan-kegiatan produktif kampus UISU saat ini? Adakah penelitian-penelitan yang dilakukan UISU saat ini? Malah yang terjadi adalah penurunan kuantitas mahasiswa di berbagai fakultas yang memungkin akan tutup dan tidak layak lagi menjadi fakultas. Apakah UISU hanya terus memproduk robot-robot yang siap untuk bekerja? Saya pikir sebagai mahasiswa UISU tentu kita tidak mau dijadikan robot atau beo-beo yang pengikut. Atau juga menjadi bebek-bebek yang siap antri berkepanjangan dalam barisan pengangguran dengan label sarjana tanpa skill.

    Pungli yang dilegalkan
    “Pungutan liar (Pungli) yang dilegalkan”, adalah bahasa yang menurut saya lebih tepat dengan unsur tidak menuduh pada oknum yang membuat. Saya tidak tahu bahkan mayoritas mahasiswa UISU tidak tahu landasan yuridis adanya denda sebanyak lima puluh ribu rupiah ketika terlambat membayar uang kuliah. Kebijak pimpinan UISU awalnya adalah bagi siapa yang telat membayar uang kuliah maka tidak akan dapat mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) lewat jalur online dan dianggap cuti dan juga tidak dapat ujian. Akan tetapi, secara prakteknya ternyata tetap bisa dengan dikenakan denda lima puluh ribu rupiah apabila telat bayar uang kuliah. Sungguh ini tindakan yang tidak produktif dan ini adalah pungli yang dilegalkan.
    Saya melihat kebijak di UISU dapat berobah-obah apabila itu berkaitan dengan pemasukan uang. Apakah karena alasan UISU yang katanya koleps keungan? Kenapa mahasiswa yang ditekan untuk menanggulanginya. Saya pikir ini akibat UISU yang tidak produktif sehingga tidak dapat menghasilkan dari luar. Dengan terpaksa yang berada di dalam prangkap (mahasiswa) harus diperas secara halus. Tentunya pihak yang diberatkan tidak akan mendiamkannya.
    Bagaimana Solusinya?
    Tulisan yang singkat ini tentunya tidak dapat menguraikan permasalahan-permasalahan UISU secara menyeluruh yang begitu kompleks, begitu juga solusi perbaikannya. Akan tetapi, sedikit banyaknya harus dibicarakan solusi perbaikannya untuk menjadi bahan kajian bagi pihak yang tidak alergi dengan kritikan.
    Perlu kiranya menyusun dan menjalan sistem pendidikan yang betul-betul untuk kepentingan pendidikan dan juga mengevaluasi bagaimana proses pembelajaran di UISU yang saat ini sangat menjenuhkan. Tentu sejatinya tujuan pendidikan sudah kita ketahui dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dan Sejatinya perguruan tinggi harus menjalankan Tridarma Perguruan Tingga (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian), terkhusus untuk kampus Islam seperti UISU menjadi Caturdharma (Pendidikan, Penelitian, Pengabdian dan Dakwah Islamiah).
    Kampus UISU harus menjadi kampus yang aktif dan produktif. Mencari pendapatan (inkam) dari luar kampus, bukannya dari mahasiswanya sendiri. Kampus harus bisa menghasilkan penemuan-penemuan ilmiah yang dapat menghasilkan keuntungan baik moril maupun materil. Mahasiswa harus dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, jangan hanya disuruh untuk belajar pasif (un sich) di ruangan, menghabiskan mata kuliah kemudian wisuda, alhasilnya pun menjadi robot-robot pekerja. Tentunya ini berhasil apabila sistem kampusnya berpikiran maju dan ilmiah.
    Seruan untuk kita semua sebagai mahasiswa UISU. Kiranya kita terus memahami fungsi dan peran kita sebagai mahasiswa. Meningkatkan daya kritis kita terhadap kampus yang tidak menjalankan peran dan fungsinya sebagai perguruan tinggi. Mahasiswa sebagai agent of change and agent of control harus dipahami dan diaplikasikan dalam aktivitas kita sebagai mahasiswa. Pembodohan adalah bentuk daripada penindasan. Penindasan adalah bentuk dari kezaliman. Wajib hukumnya untuk memberhentikan kezaliman.
    Hal ini kita lakukan demi perbaikan UISU. Untuk memperbaiki UISU itu bukan hanya tugas mereka yang menjadi pejabat-pejabat di Kampus UISU. Tapi, seluruh ummat juga harus ikut karena UISU adalah milik ummat. Terkhususnya dari gerakan mahasiswa UISU. Sekian!
    Wassalamua’alaikum. Wr.Wb.


    *Penulis adalah mahasiswa UISU Medan Fakultas Hukum.

    Sabtu, 10 Desember 2016

    Semut-Semut Yang Terjepit

    Ilustrasi
    Oleh : Ibnu Arsib Ritonga*
    Aku merasakan keresahan dan ketidak tenangan ketika melihat situasi dan keadaan negeri Indonesia tercinta ini. Negeri yang dimerdekakan dari perjuangan bangsanya sendiri melawan dan mengusir para koloni. Butuh waktu ratusan tahun untuk menuju kemerdekaan Indonesia ini. Hingga saat ini tujuh puluh satu tahun kemerdekaan ini kita nikmati dan kita pertahankan. Ternyata hari ini situasi kondisi masyarakat di Indonesia sungguh memprihatinkan.
    Hal ini sudahlah mejadi rahasia umum. Media-media sosial telah banyak memberitakan kasus-kasus kriminal yang terjadi. Selain kasus di tingkat nasional, kasus-kasus internasional pun mempengaruhi keadaan Indonesia saat ini. Penyebaran-penyebaran informasi yang masih diragukan kebenarannya begitu cepat tersebar. Inilah akibat dari kecanggihan informasi tekhnologi, seperti media-media sosial baik yang daring dan juga un-daring. Untuk saat ini, bagi siapa yang tidak menyaring informasi yang beredar dengan baik maka celakalah.
    Kembali kepada pembahasan masalah. Kasus-kasus negatif pun sudah banyak terjadi di negeri ini, mulai dari kasus pencurian, pemerkosaan, korupsi dan yang hangat hari ini adalah kasus penistaan agama. kasus penistaan agama ini sebetulnya kasus yang penanganannya tidak perlu sampai ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri), cukup diselesaikan di tingkat Kantor Polisi sektor (Polsek). Akan tetapi, karena ada pembiaran dari penegak hukum, menimbulkan reaksi dari ummat yang dihina agamanya membludak ke jalan dengan jutaan massa sehingga menjadi kasus besar. Dari kasus yang satu ini kemudian mengakarlah pada kasus-kasus kriminal yang lain. Seperti timbulnya isu makar atau isu menjatuhkan Presiden dan kasus yang lain. Ditambah lagi situasi politik, pemilihan umum kepala daerah di DKI Jakart semakin hangat dan memanas. Situasi ini mempengaruhi kondisi Indonesia secara kenegaraan.
    Tim-tim pembela, tokoh-tokoh baru yang sok tahu dan sok ahli pun bermunculan dimana-mana. Para penafsir yang bukan ahli bahasa juga bermunculan kepermukaan media, tak terlepas kaum-kaum munafik pun sudah mulai terlihat. Kekhawatiran pihak kepolisian pun terasa lebai menangani kasus ini. Hal-hal kecil dianggap sepele, sehingga membuat ummat yang kitab sucinya dihina melakukan protes keras. Mungkin pihak kepolisian lupa akan istilah “Kerikil kecil bisa menjatuhkan sepeda motor”.
    Kondisi saat ini membuat rakyat Indonesia mulai resah, aku juga demikian. Belum lagi kalau kita lihat utang Indonesia yang semakin bertambah, susahnya pekerjaan di Indonesia, datangnya imigran-imigran gelap yang dipermudah masuknya, barang-barang narkoba begitu mudah menyebar di negeri ini. Keresahan ekonomi pun mulai terasa. Masyarakat mulai terprovokasi penghinaan atu permasalahan antar agama. pertarungan-pertarungan tokoh elit pun terjadi. Masuknya Cina secara ilegal dengan mudah ke Indonesia menjadi suatu pertanyaan pada pihak yang mengawasi ini. Penyebaran narkoba dan obat terlarang meraja lela. Rakyat atau masyarakat awam pun terjepit, bingung mana yang benar dan mana yang salah. Media yang diharapkan untuk bisa memberikan gambaran kebenarannya sudah berpihak pada kepentingan pendapatan materi bukan informasi yang real dan apa adanya.
    Pertarungan pada elit-elit negara. Ya..., sepertinya ini pertarungan elit-elit politik. Pengusaha atau elit-elit lainnya yang hanya mementingkan pribadi maupun golongannya. Rakyat kecil (mayoritas) Indonesia diperebutkan seperti daging yang sedang diperebutkan oleh anjing-anjing dari “Asing” dan “Asong” untuk mendukung manuver politiknya dan atau usaha-usaha prekonomian mereka. Keadaan ini seperti “Gajah-gajah yang berantam, Semut-semut pun terjepit”. Negeri ini pun negeri kisruh yang membutuhkan seorang atau sekelompok penyelamat demi mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.



    *Penulis adalah Mahasiswa UISU-Medan dan Pengelola Good Cadre Group

    Senin, 10 Oktober 2016

    Sejarah Berdirinya HMI


    Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan.
    Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
    Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
    Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”
    Namun demikian, secara keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
    1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
    • Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
    • Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
    • Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif
    • Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda.
    • Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
    • Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
    • Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
    1. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam.
    2. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
    3. Munculnya polarisasi politik.
    4. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
    5. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
    6. Kemajemukan Bangsa Indonesia
    7. Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan
    Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947
    Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”
    Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.
    Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
    1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
    2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
    Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
    1. Lafran Pane (Yogya)
    2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
    3. Dahlan Husein (Palembang),
    4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
    5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
    6. Soewali (Jember),
    7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
    8. Mansyur,
    9. Anwar (Malang),
    10. Hasan Basri (Surakarta),
    11. Marwan (Bengkulu),
    12. Zulkarnaen (Bengkulu),
    13. Tayeb Razak (Jakarta),
    14. Toha Mashudi (Malang),
    15. Bidron Hadi (Yogyakarta).
    FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI
    1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
             (Sudah diterangkan diatas)
    1. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)
    Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.
    1. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)
    Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
    1. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
    Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
    1. Fase Tantangan (1964 – 1965)
    Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
    Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
    1. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)
    HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari\’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain :
    • Mengamankan Pancasila.
    • Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
    1. Fase Pembangunan (1969 – 1970)
    Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :
    • Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan,
    • Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran
    • Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
    1. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998)
    Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu.
    Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
    Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
    1. Fase Reformasi
    Secara histories sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HMI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan. Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.

    Sejarah Singkat Berdirinya HMI Cabang Medan

    Sekretariat HMI Cabang Medan
                
    Latar Belakang Berdirinya HMI di Medan
    Diawali dengan kebutuhan bersama  untuk memberikan sumbangsih nyata dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, maka sekelompok mahasiswa Islam dikalangannya dan masyarakat untuk seterusnya menjadi bahagian utuh dari semangat mengisi kemerdekaan dan pembangunan bangsa.
    Semangat itulah yang memuncak dan meledak menjadi kenyataan sebagai suatu pilihan cerdas untuk menyatukan seluruh potensi mahasiswa Islam di Medan dan organisasi tersebut haruslah mampu menampung pikiran-pikiran yang inovatif dalam segala bidang kehidupan yang dinapasi Islam.
    Dan semangat itupun tidak akan mungkin terselenggara secara baik jika negara Republik Indonesia dalam kekacauan, rakyatnya melarat dan bodoh pendidikannya hanya untuk dikalangan tertentu dan ajaran Islam hanya dapat dilihat dan juga diamalkan secara parsial, maka organisasi ini harus mampu mempertahankan pemahaman dan penghayatan ajaran Islam khususnya dikalangan masyarakat umumnya.

    Proses Berdirinya HMI di Medan
    Pikiran diataslah yang mempertemukan 3 (tiga) orang mahasiswa ketika itu asyik dan serius mendiskusikannya serta membicarakannya kemudian dengan teman-teman yang lain. Seorang diantaranya yakni O.K. RahmatBakri (pada tulisan batu nisan beliau tidak ada kata “Bakri”). Ketika berada di Jakarta, dia menghubungi beberapa temannya yang kebetulan sudah bersatu/masuk dalam wadah organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian meminta banyak informasi tentang HMI kepada Deliar Noer, yang ketika itu sebagai aktivis HMI. Akhirnya O.K. Rachmat menulis surat kepada teman-temannya di Medan, bahwa telah ada wadah yang menampung semangat mereka, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
    Sekembalinya O.K. Rahmat dari Jakarta, pada suatu sore hari pertengahan bulan Mei 1952 di rumah orang tuanya Jl. Padang Bulan, O.K. Rahmat (Mahasiswa Fakultas Hukum Perguruan Tinggi Islam Indonesia- sekarang Universitas Islam Sumatera Utara), Ahmad Supomo (Mahasiswa tingkat I pada kursus Dinas C angkatan I), dan Amir Husin Nasution (Mahasiswa tingkat I Fakultas Kedokteran USU) bersepakat teguh mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Medan.
    Setelah menghubungi teman-teman yang lainnya, mereka sepakat atas didirikannya HMI di Medan. Tepat ada tanggal 10 November 1952 jam 09.00 waktu Sumatera Utara bertempat di Aula PTII (Gedung Fakultas Kedokteran UISU), Jl. Sisingamangaraja No. 2A Medan dengan acara minum pagi sambil makan peyek, didekralasikanlah berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Medan. Pertemuan dihadiri oleh 15 orang Mahasiswa/I PTII (UISU) KDC, dan kursus B-1, karenanya pula dengan jumlah anggota kurang dari 25 orang , baru hanya dapat didirikan HMI Komisariat Medan/Sumatera Utara.
    Kepengurusan HMI di Medan ini adalah HMI pertama di luar pulau Jawa, sekaligus juga titik api awal fase pertumbuhan dan perkembangan HMI. Beberapa minggu kemudian, tepatnya pada forum konfrensi HMI di Jakarta tanggal 26-28 Desember 1952, Komisariat HMI Medan/Sumatera Utara mengajukan diri untuk dinyatakan sebagai Cabang HMI karena telah memungkinkan persyaratan konstitusionalnya.
    Setelah mendapat rekomendasi/pengesahan sebagai HMI Cabang Medan maka dibentuklah kepengurusan untuk masa kerja 1953-1954 sebagai berikut :
    v  Penasehat
    1.      Bapak Muda Siregar
    2.      Bapak Dr. Achmat Sofyan
    3.      Bapak Mr. Abdul Hakim
    4.      Bapak H. Adnan Lubis
    5.      Bapak Overst A. Tholib
    v   Pengurus Harian
    1.      Ketua Umum                            : O.K. Rahmat
    2.      Ketua I                                      :  Achmat Soepomo
    3.      Ketua II                                    :  T. Hamid
    4.      Sekretaris I                               :  Amir Husin Nasution
    5.      Sekretaris II                              :  Yusuf Hanafiah
    Seksi – Seksi (Bidang-Bidang- peny)
    1.      Bidang Keuangan                     : Agus Herman
    2.      Bidang Penerangan                  : Maladin Ma’arif
    3.      Bidang Olah raga                     : Arsyad R. Saudin
                                                             Abdul Halim Nasution
    4.      Bidang Pendidikan                   : Amiruddin Nasution
    5.      Bidang Kemasyarakatan          : Mawardi Noor
    6.      Bidang Keputrian                     : Yusra Aloan Nasution
    Semangat dan aktivitas HMI Cabang Medan mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun perguruan tinggi, seperi Bahrum Jamil (salah satu pendiri Yayasan UISU, menjabata sebagai ketua yayasan UISU). Usaha kegiatan yang diselenggarakan ketika itu adalah mengadakan komunikasi dan kerja sama dengan sesama mahasiswa Islam sekaligus memperkenalkan HMI, juga mengadakan ceramah-ceramah dan diskusi yang semakin lama mendapat sambutan hangat dari kalangan mahasiswa, pemuda, aktivis, cerdik pandai dan cendikiawan. Karena disamping menampilkan pembicara-pembicara berbobot dan juga ahli, materi-materinya (materi diskusi-penyi) yang disajikan sangat menarik dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga seputar wawasan ke-Islaman serta mampu menjawab gejala dikalangan masyarakat. Hal ini membuat HMI menjadi bahagian yang tidak terpisahkan andilnya, perannya dalam meningkatkan kualitas dan citra Perguruan Tinggi di masyarakat begitu juga bagi kalangan mahasiswa.

    Pemrakarsa dan Pendiri HMI di Medan
    Seperti halnya di HMI di tingkat pusat, organisasi ini didirikan oleh beberapa orang (Lafran Pane beserta teman-temanya). Organisasi HMI ini pun didirikan di Medan awalnya hanya diprakarsai beberapa mahasiswa Islam yang ada di Medan. Meraka adalah seperti :
    1.      O.K. Rahmat
    2.      Ahmad Soepomo
    3.      T. Hamid
    4.      Amir Husin Nasution
    5.      H. M.  Yusuf Hanafiah
    6.      Agus Herman
    7.      Maliddin Ma’arif
    8.      Arsyad
    9.      Abdul Halim Nasution
    10.  Mawardi Noor
    11.  Yusra Aldan Nasution
    12.  Mahdar Nadjib
    13.  Mustafa Abu Bakar
    14.  Abdul Halim Lubis
    15.  Cut Ahmad
    16.  Munir Kaamin

    Kota Medan atau HMI Cabang Medan sudah dua kali menjadi tuan rumah Kongres HMI. Pertama Kongres V HMI, pada tanggal 24 s/d 31 Desember 1957 dan pertama kali diluar pulau Jawa, waktu itu diketuai oleh O.K. Rahmat. Kedua Kongres XV pada tanggal 21 s/d 30 Mei 1983, yang ketua pelaksananya adalah Ir. Ludhy Awaluddin dibawah naungan Ketua Umum HMI Cabang Medan Periode 1983-1984, M. Zahrin Piliang.

    Sejarah Singkat Kongres HMI ke-15 di Medan
    Kongres HMI ke-15 dilaksanakan di Medan pada tanggal 21 s/d 30 Mei 1983 dengan Ketua pelaksana pada waktu itu adalah Ludy Awaluddin Thayeb, dan Ketua Umum HMI Cabang Medan adalah M. Zahrin Piliang. Kongres HMI ke-15 bertemakan “Dalam Keimanan, Keilmuan dan Kebehinnekaan Menuju Cita Bangsa” langsung dibuka oleh Ketua Umum Pengurus Besar HMI, Ahmad Zacky Siradj.
    Kongres HMI ke-15 itu adalah kongres pertama yang dilaksanakan oleh suatu organisasi massa setelah gagasan Presiden Soeharto tentang asas tungga Pancasila sebagai satu-satunya asas diterima dan hal itu sudah menjadi ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1983.
    Kongres yang dilaksanakan di Medan itu, mendapat perhatian dan sambutan yang cukup besar dari kalangan pengamat, surat-surat kabar, majalah terkemuka langsung mengirimkan wartawannya dari Jakarta. Perkembangan kongres dari hari kehari mendapatkan liputan yang cukup di halaman-halaman surat kabar. Alumni-alumni organisasi mahasiswa Islam terbesar dan tertua ini menyimak dengan tekun persiapan dari jalannya kongres hingga selesainya kongres.
    Berdasarkan penuturan Ketua Panitia Pelaksana Kongres, Ludy Awaluddin Thayeb mengatakan bahwa Kongres HMI ke-15 yang dilaksankan di Medan adalah “Kongres Perjuangan”, ini disebutkan karena kongres ini penuh dengan tantangan yang datang dari luar dan internal sendiri. Misalnya dalam kongres ini adanya pertentangan penentuan asas organisasi yang akan ditentukan di dalam kongres HMI.
    Mengenai asas tunggal Pancasila, sudah menjalar ketelinga peseta Kongres. Akan tetapi, sidang pleno kongres memutuskan untuk mempertahankan bunyi pasal 4 Anggaran Dasar HMI yaitu “Organisasi ini berdasarkan Islam” (sekarang pasal 3 AD HMI). Keputusan ini disambut dengan tepuk tangan bergemuruh oleh peserta kogres. Seolah-olah mengguncang arena kongres. Para cendikiawan muda Islam yang berkumpul dari seantero tanah air Indonesia seakan-akan hendak berseru “Isyhadu bi ana muslimun”, saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam.
    Setelah kongres HMI ke-15 berlalu, asas tunggal Pancasila ditolak, dan asas Islam tetap dipertahankan, maka masa depan pun membentang yang memerlukan ketekunan dari jajaran HMI. Di masa yang akan datang HMI perlu memoles lagi penampilannya, apakah masih perlu dipertahankan penekanan dan pendekatan tanpa terpikirkan usaha peningkatan pembinaannya. Sangat penting untuk dipertimbangkan bahwa pendekatan kuantitatif belaka akan menjuruskan organisasi pada bentuk-bentuk yang massif, HMI menjadi organisasi massa kepemudaan, sedang “nature” HMI adalah tidak begitu.
    Pendekatan kualitatif kian diperlukan sehingga HMI dapat tampil kembali sebagai organisasi cendikiawaan muslim muda dalam pengerian yang sesungguhnya. Kegiatan-kegiatan seminar ilmiah, dakwah dikampus-kampus, penerbitan buletin, pengkajian dan pendalaman nilai-nilai Islam, adalah sangat mendesak untuk dikerjakan. Sebagai cendikiawan muslim muda, HMI tidak usah merasa cepat letih dan cepat merasa puas dengan ilmu-ilmu yang didapatkannya. HMI kiranya harus terus fokus pada pembinaan kader-kader intelektual muda untuk masa depan yang menanti.

    Biografi Singkat Dr. Rahmat
    Dr. Orang Kaya Rahmat Bin Dato’ Baharuddin atau lebih dikenal dengan. O.K. Rahmat, lahir di Tanjung Morawa, Deli Serdang pada tahun 1928 M/1342 H – wafat pada 7 Agustus 1993 M/19 Safar 1414 H pukul 09.15 pagi (tanggal lahir beliau tidak ada yang tahu secara pastinya). Dia adalah Alumnus Perdana dan merupakan perintis bagi rekan-rekannya untuk segera menyusul menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).  Alumnus pertama ini memiliki nomor Stamboek 4 (empat) dan menyelesaikan kuliah dengan gelar Sarjana Hukum pada tahun 1959.
    O.K. Rahmat menikah dengan mahasiswa uisu, dan sama-sama aktif dilembaga Senat Mahasiswa UISU yaitu dra. Wizny Chairul binti Haji Mahmuddin, mereka memiliki empat orang putra-putri. Semasa kuliah Dr. O.K. Rahmat sangat aktif dalam dunia keilmuan dan keorganisasian. Maka dari itu ia bersama teman-teman mencari wadah yang bisa menampung kebutuhan mahasiswa (keilmuan dan wawasan keIslaman). Sewaktu mahasiswa, Beliau sudah sering mengikuti forum-forum pertemuan mahasiswa nasional.
    Dr. O.K. Rahmat bekerja sebagai Pensyarah (dosen) pada Pusat pengajian Imu Kemanusian Universiti Sains Malaysia, P. Pinang, Malaysia. Sedangkan sang isteri juga berprofesi sebagai ilmiawan dengan bekerja sebagai Kaunseling pada Pusat Islam, Universiti Sains Malaysia, P. Pinang, Malaysia. Tak heran kalau dari ilmiawan ini lahir putera-puteri dengan prestasi membanggakan.
    Putra pertama dari beliau adalah Riza Atiq Abdullah, pemegang ijazah Civil Engineering Universiti Teknologi Malaysia. Anak kedua beliau adalah Indera Lufti, pemegang diploma Civil Engineering Universiti Teknologi Malaysia. Liza Nurul Fazila sebagai anak ketiga dan Rahmita Wirzasebagai anak terakhir.
    Dr. O.K. Rahmat memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Hukum dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada tahun 1969 dan pada masa itu O.K. Rahmat mengawali karirnya sebagai pegawai negeri dilingkungan Departemen Agama, tahun 1950. Beliau juga pernah menjadi guru, mulai mengajar sebagai guru agamadi SMA Negeri I, kemudian pindah ke PGA Negeri Medan. Pada tahun 1960-1970, Beliau pernah menjabat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) selama 10 tahun. Ia juga mengajar sebagai dosen di Fakultas Hukum UISU pada tahun 1959-1965, sejak tahun itu, ia pula mengajar di Universitas Sumatera Utara (USU). Tidak hanya dosen di UISU dan USU,  O.K. Rahmat juga pernah menjadi dosen luar biasa di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Medan,sekarang berganti nama menjadi Universitas Negeri Medan (UNIMED).
    Dalam kesibukan sedemikian, ia masih menyempatkan diri untuk menjabat sebagai Direktur SMA Fajar pada tahun 1955-1965. Beliau meninggalkan Indonesia dan pindah ke Malaysia tahun 1970, ia menjadi Pensyarah Kanan pada Yayasan Pengajian Tinggi Islam Kelantan, Malaysia. Tiga belas tahun kemudian, di tempat yang sama, O.K. Rahmat menjadi Pensyarah (dosen) pada Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan Universiti Sains Malaysia.
    Sebagai seorang Akademisi, sejumlah buku telah ditulisnya, sebagian lagi berupa terjemahan dan buku-buku tersebut disimpan keluarga beliau dan juga sangat jarang kita temukan buku-buku beliau. Beberapa diantaranya tercatat sebagai berikut :
    1)        Dasar-dasar Tatas hukum Indonesia, Ikapena NV, Medan 1956, 1959.
    2)        Ethonologi Indonesia, Ikapena NV, Medan-1957, 1959,1961.
    3)        Serba-serbi Islam, Ikapena NV, Medan - 1959.
    4)        Rangkaian Budi Pekerti, Fa. Islamiyah, Medan - 1961.
    5)        Manusia, Kebudayaan dan Masyarakatnya, Fa. Islamiyah, Medan - 1961.
    6)        Berbagai Persoalan Tentang Kebudayaan Islam, Fa. Riza, Medan - 1965.
    7)        Titik-titik Taut Antara Undang-Undang Dasar 1945 dan Hukum Islam (Thesis), Indera Lutfi, Medan - 1965.
    8)        Prinsip-prinsip Ilmu Perdagangan dan Hukumnya, Pustaka Aman press, Kota Bharu - 1971.
    9)        Dari Adam Sampai Muhammad, Pustaka Aman Press, Kota Bharu -  1976, 1979, 1984.
    10)    Asas-asas Islam (terjemahan), Lembaga Karang Mengarang di YPTIK, Nilam Puri, Kota Bharu, 1977 ; The Holy Quran Publishing House, Damascus, 1977 – “ABIM”- Kota Bharu, 1980 ; “Dewan Pustaka Fajar”, Shah Alam, 1985.
    11)    Dapatkah Manusia Mencabar Tuhan ?, Pustaka Aman Press, Kota Bharu 1979.
    12)    Neraca Raya, Jilid I (terjemahan), Pustaka Aman Press, Kota Bharu 1977.
    13)    Neraca Raya, Jilid II (terjemahan), Pustaka Aman Press, Kota Bharu, 1978.
    14)    Tingkatan  Perjuangan Rasulullah S.A.W. : Perang Badar. Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Negeri Kelantan, Kota Bharu, 1983.
    15)    Pencemaran Akidah di Nusantara, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1983.
    16)    Aqidah Muslim (terjemahan), Pustaka Aman Press, Kota Bharu, 1985

    Nama-nama Ketua Umum HMI Cabang Medan dari masa ke masa :
    A.    Hasil Msyawarah Anggota
    1.      O.K. Rachmat                                 1952-1954
    2.      O.K. Rachmat                                 1954-1955
    3.      H.S. Mahyuddin                              1955-1956
    4.      Gading Hakim                                 1956-1957
    5.      M.Y. Hanafiah                                1957-1958
    6.      M.Yujar Siregar                               1958-1959
    7.      Said Hasan/Habibah Hanum           1959-1960
    8.      Suhaimi Harun                                 1960-1961

    B.     Hasil Konfrensi Cabang
    1.         Umaruddin                                     1961-1962 
    2.         M.Thaib Tahir                                1962-1963  
    3.         M. Thaib Tahir                               1963-1964
    4.         Bachtiar Fanani Lubis                    1964-1965      
    5.         Zakaria Siregar                               1965-1966 
    6.         Zakaria Siregar                               1966-1967        
    7.         Zainuddin Tanjung                         1967-1968        
    8.         Zainuddi Tanjung                           1968-1969        
    9.         Bactiar Chamsyah                          1969-1970        
    10.     T. Marzuki Yakub                           1970-1971        
    11.     Amanuddin                                     1971-1972        
    12.     Azasky                                            1972-1973        
    13.     Husni Husein                                  1973-1975        
    14.     Chaidir Siregar                               1975-1977        
    15.     Amir Syarif Siregar                        1977-1978        
    16.     Harmon Mawadi                            1978-1979        
    17.     Ludhi Awaluddin Tayeb                 1979-1980        
    18.     Ghazali Husni                                1980-1981
    19.     Med. Abidinsyah                           1981-1982
    20.     M. Zahrin Piliang                           1982-1984
    21.     Syuai’bun Manurung                     1984-1985
    22.     Annur Parlindungan                       1985-1986
    23.     Azwirman Lubis                            1986-1987
    24.     Irgan Chairul Mahfiz                     1987-1988
    25.     Wahid Khusyairir                           1988-1989
    26.     Sugih Permono                               1989-1991
    27.     Isfan Dahrian                                 1992-1993
    28.     Ucok Roufdy                                 1993-1994
    29.     Riswan Hanafy                              1994-1995
    30.     Ahmad Sani                                   1995-1997
    31.      Wahyu Triono                               1997-1999
    32.     Syamsul Qomar                              1999-2000
    33.     Agusli Matondang                         2000-2001
    34.     Tengku Nurzehan                           2001-2003
    35.     M. Fauzi SRG                                2003-2005
    36.     Bahmid Pulungan                          2005-2007
    37.     Ranu Putra                                     2007-2009
    38.     Dedy Andika                                 2009-2010
    39.     Hendra Hidayat                             2010-2013
    40.     Mirza Zamzami                              2013-2015
    41.     Mustafa Habib                               2015-2016

    Komisariat-komisariat yang ada di bawah naungan HMI Cabang Medan sekarang:
    1.      Komisariat Universitas Islam Sumatera Utara (UISU)
    2.      Komisariat Insitut Teknologi Medan (ITM)
    3.      Komisariat Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)
    4.      Komisariat Universitas Medan Area (UMA)
    5.      Komisariat Fakultas Pertanian UISU
    6.      Komisariat Fakultas Sastra UISU
    7.      Komisariat Fakultas Ekonomi UISU
    8.      Komisariat Fakultas Kedokteran USU
    9.      Komisariat Fakultas Kedokteran Gigi USU
    10.    Komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
    11.    Komisariat FISIPOL USU
    12.    Komisariat Fakultas Hukum USU
    13.    Komisariat F-MIPA USU
    14.    Komisariat Fakultas Pertanian USU
    15.    Komisariat Fakultas Ilmu Budaya USU
    16.    Komisariat Fakultas Teknik USU
    17.    Komisariat Fakultas Ekonomi USU
    18.    Komisariat Fakultas PAAP USU
    19.    Komisariat Fakultas Teknik Unimed
    20.    Komisariat Fakultas Ekonomi Unimed
    21.    Komisariat F-MIPA Unimed
    22.    Komisariat FBS Unimed
    23.    Komisariat FIP Unimed
    24.    Komisariat Fakultas Tarbiyah UIN-SU
    25.    Komisariat Fakultas Syariah UIN-SU
    26.    Komisariat Fakultas Ushuluddin UIN-SU
    27.    Komisariat Fakultas Dakwah UIN-SU
    28.    Komisariat  Persiapan FEBI UIN-SU
    29.    Komisariat FIK Unimed

    Sumber Bacaan
    a)        Agussalim Sitompul (ed), “HMI Mengayuh Di Antara Cita Dan Kritik”.
    b)        Panitia Pelaksana Kongres HMI ke-15, “Kliping Berita-Berita Kongres HMI ke-15” tahun 1983.
    c)        HMI Komisariat UISU Medan, “Buku Panduan Masa Orientasi Dan Pengenalan HMI” tahun 1409 H/ 1989 M.
    d)       HMI Komisariat ITM Medan, “Buku Panduan Masa Orientasi Dan Pengenalan HMI” tahun 1409 H/ 1989 M.
    e)        UISU FH UISU MEDAN 1986, Khasanah Purna Wiyata



    [*] Disampaikan pada  Diskusi Mingguan HMI Komisariat UISU Medan. Rabu, 30 Desember 2015.
    [*] Di salin dari blog Ibnu Arsib Ritonga
    [*] Ditulis Rabu, 13 Januari 2016.